Tuesday, July 5, 2011

Riyanni Djangkaru; A Travelling Mom

foto: Ridho Nur

“Kalau misalnya sedang kesal lalu diving, rasanya bisa blass, byuur! Lalu masuk dalam kondisi spiritual. Pokoknya we are belong to the sea. Tubuh kita seolah mencair dan menjadi bagian dari ekosistem laut itu.”

            Begitulah Riyani Djangkaru, wanita yang nama belakangnya memang identik dengan laut, “Djangkar-u”, menggambarkan apa yang ia rasakan saat menyeburkan diri ke dalam laut melalui sebuah kegiatan yang disebut diving. “Apalagi bintangku aquarius, jadi tidak ada alasan untuk jauh dari laut kan, hehehe…,” katanya, senang.
            Sedikit menengok ke belakang, Riyani- begitu ia disapa- mengaku jatuh cinta dengan laut sejak penyelamannya yang ke-5 sebagai presenter Jejak Petualang (JP), di tahun 2003. Saat itu tim JP melakukan ekspedisi di laut Takabonerate, Sulawesi Utara.


Kerennya dalam Laut
            “Penyelaman pertama hingga keempat, aku masih menyesuaikan diri. Barulah pada penyelaman kelima aku merasa nyaman, dan bisa menikmati. Ternyata, ‘Wow, dalam laut itu keren sekali!” ujarnya dengan mata berbinar.
            Saat penjelajahan dilanjutkan ke Bunaken dan Pulau W, Riyani pun makin dibuat kagum. Berbeda dengan kegiatan tracking yang pernah diajarkan sang kakek, melalui diving Riyani mengaku lebih bisa mencair dan menyatu dengan sekitarnya. Maka tak heran bila ia mengatakan diving adalah penyeimbang kehidupannya kini.
“Ya, ketika sehari-hari kita biasanya ‘berjuang’, saat masuk ke dalam laut itu kita hanya melebur, menjadi bagian kecil dari energi di sana. Mungkin bisa dibilang ada ‘me time’nya juga ya. Karena rasanya sangat personal. Sama personalnya seperti saat melihat muka Abang (panggilan sayang untuk anak semata wayangnya, Brahman Ahmad Syailendra),” kisah Riyani.
         Disamping diving dan buah hatinya, sulung dari 4 bersaudara ini memiliki hal lain yang juga tak kalah personal yakni, deadline. “Deadline itu personal yang menyenangkan juga lho! Ada tegang-tegangnya,” ujar pendiri sekaligus pemimpin redaksi DiveMag ini penuh semangat.

Cerita Si Penyelam
         Mengelola sebuah majalah diving memang menjadi kesibukan baru bagi Riyani sejak Maret tahun lalu. Bersama 4 orang sahabatnya,wanita 31 tahun yang sesekali masih menjadi presenter program Jejak Petualang di Trans 7 ini merintis majalah yang diperuntukkan bagi penyelam pemula maupun non penyelam yang tertarik dengan diving.
         “Sebenarnya waktu masih intens di Jejak Petualang, aku sudah berpikir, ‘Nantinya mau apa ya?’ Kalau sekadar jadi presenter, memanfaatkan jaringan, paling jatuhnya hanya sekadar jadi moderator di sana-sini. Rasanya stuck. ‘Masak sih, tidak ada yang bisa aku lakukan lebih dari sekadar datang ke suatu acara dan haha hihi?’” Riyani mengenang pergumulan pikirannya.
         Bersama Prita Laura, presenter Archipelago Metro TV, Ibu satu anak ini sempat berencana membuat usaha Tour and Travel. Mereka berdua bahkan sudah punya perusahaannya.
         “Tapi bisnis itu adalah ilmu baru untuk kami. Untuk menjalankannya, kami harus bisa menyisihkan banyak waktu menemani tamu. Sementara kami susah sekali untuk seperti itu. Masak mau menemani tamu ke Wamena saja, masing-masing dari kami hanya punya waktu dua hari.  Ya sudah, akhirnya ditunda dulu,” ujar Riyani.
         Ia kemudian ingat bahwa dirinya sering ‘gatal’ kalau melihat-lihat majalah. Tak jarang Riyani berkomentar tentang tata letak foto dan sebagainya. Maka berbekal pengalaman membuat majalah dinding (Mading) saat SMA, wanita kelahiran Bogor, 31 Januari 1980 ini pun iseng-iseng membuat dummy majalah.
         “Tahun lalu sebetulnya sudah ada dua majalah diving, tapi formatnya berbeda. Yang satu franchise, yang satu water lifestyle, isinya tidak melulu tentang diving. Jadi aku melihat ada satu gap besar yang sebetulnya adalah pasar baru. Karena ketertarikan new be diver, non diver, dan snorkeler ke diving sebenarnya besar, tapi takut saat melihat majalahnya, isinya terlalu serius dan banyak yang tidak langsung bisa diketahui pembaca awam,” begitu Riyani menganalisis.

Menularkan Pada Anak
         Ia kemudian berkenalan dengan Awwal dari majalah skateboard. Bersama mereka menyempurnakan dummy dan sepakat untuk membuat majalah yang menularkan begitu menyenangkannya kegiatan diving. Sadar butuh banyak dana promosi, mereka kemudian memutuskan untuk menerbitkannya dalam format free magazine.
         “Isinya lebih pada cerita si penyelam dengan bahasa lisan. Kami ingin memberikan soul bahwa sebelum kita lari kepada hal-hal teknik dan isu berat, pertama kita harus nyaman dulu. Untuk nyaman ya harus suka dulu,” kata Riyani. Ia mengibaratkan majalahnya sebagai media perkenalan seseorang dengan diving.
         Beruntung ada investor yang bersedia mendanai idenya itu. Bahkan di edisi ke-7, artis Nadine Chandra Winata pun turut menanam modal di sana.
         Riyani mengaku sangat menikmati apa yang dijalaninya saat ini. Ia tetap bisa jalan-jalan sekaligus menghasilkan karya dan materi. Beruntung, sang suami, Deni Priawan sangat mendukung aktivitasnya.
         Maka sebagai Ibu, Riyani pun berkomitmen bahwa pekerjaan utamanya adalah merawat dan membesarkan sang buah hati. “Ya, pekerjaan utamaku adalah tetap sebagai Ibu. Namun travelling adalah gaya hidup yang aku pilih. Jadi ya, I am a travelling mom,” ujarnya, tersenyum.
         Selain menularkan virus cinta terhadap laut melalui majalah, ia juga mulai mengajak sang buah hati untuk menyukai travelling dan laut. Maka tak jarang Riyani membawa si Abang keliling Indonesia.

Boks:
Cerita Rangkaian Perjalanan
         Buku berjudul “Wakatobi Lone Travellers Guide” hasil karya Riyani bersama Awwal sudah beredar. Kini, ia tengah mempersiapkan buku kedua, yakni tentang Raja Ampat.
         Proyek membuat buku awalnya adalah permintaan dari Bupati Wakatobi, Hugua. Keisengannya membuat dummy majalah rupanya menjadi sangat bermanfaat. “Awalnya kami diberi deadline 3 bulan dengan jumlah halaman 180. Eh, tiga hari kemudian Bupatinya menelpon, katanya deadliennya dimajukan jadi tiga minggu. Akhirnya kami coba buat dengan konsep seperti majalah saja, foto story dan foto jurnal. Ternyata dua minggu sudah selesai,” kenang Riyani.
         Saat itu juga ia harus belajar mengubah gaya bahasa penyampaian secara lisan menjadi tertulis. Kini, saat menjadi pemimpin redaksi yang sekaligus juga penulis, Riyani mengaku mulai terbiasa.
         Bahkan saat melakukan perjalanan ke Jogjakarta beberapa hari sebelum berjumpa WI, Riyani punya ide baru. Ia ingin membuat sebuah cerita perjalanan melalu media twitter.
         “Biasanya kalau jalan ke suatu tempat hanya memotret sekali lalu aku twit begitu saja. Menit berikutnya bahkan aku sudah ngetwit soal lain lagi. Ternyata banyak follower yang menunggu cerita utuhnya. Mulai sekarang aku akan mencoba mewujudkannya,” tekad wanita berkulit cokelat yang tak pernah lupa menggunakan sunblock ini.

No comments:

Post a Comment